Kisah Penjinak Bom Waktu
Ada sebuah
kisah menarik mengenai dua orang veteran perang. Keduanya adalah mantan tentara
spesial yang terlatih kemampuan khusus.
Yang satu mantan penjinak bom waktu, dan yang seseorang lagi mantan penjinak
bom ranjau. Di kehidupan dipasca perang, keduanya memiliki kebiasaan yang
berbeda dari orang tua kebanyakan lainnya. Mereka terlihat masih bersemangat
beraktivitas, masih rajin berkeliling membantu sekitarnya, seolah hidup mereka
masih terasa muda, penuh energi dan warna.
Sering..
diwaktu subuh buta, pak Ali sang mantan penjinak bom waktu sudah bangun lebih
dahulu dibandingkan anak muda lainnya. Ia berangkat ke mushola kompleknya dan
dengan merdunya mengumandangkan azan penanda waktu sholat telah tiba. Ia juga dikenal
sebagai orang yang tak pernah lelah beraktivitas. Pagi setelah subuh, ia selalu
membersihkan halaman rumah, bahkan membersihkan lingkungan sekitar kompleknya.
Sekitar jam Sembilan pagi ,setelah membaca buku-buku agama, ia mulai membuat
tulisan-tulisan islami dari ilmu-ilmu yang ia dapat. Kemudian setelah berzuhur,
seperti biasa ia mengisi ceramah di masjid. Dan setelah ashar, ia kembali
berkeliling dikompleknya dengan membagikan fotocopy-an dari tulisan yang ia
buat pagi hari.
Tak berhenti sampai
disitu, setelah magrib, pak Ali dengan ikhlas mengajar mengaji anak-anak di
mushola kompleknya. Dan sering terbangun melakukan shalat tahajud di tengah
malam. Dengan seabrek aktivitasnya itu,ia hanya beristirahat sebentar sekali..
Hal tersebut
membuat takjub warga sekeliling yang menyaksikannya begitu luar biasa pak Ali memanfaatkan
waktu, padahal usianya kini sudah sedemikian renta..
Begitu pula
keseharian Pak Husin, seorang mantan penjinak bom ranjau yang sering
dibicarakan warga karena kedermawanannya dan kebaikan perilakunya.
Semua orang
tahu, dimana pak Husin berada pasti akan ada sebuah contoh teladan yang akan
disaksikan. Dimana saat berjalan di tengah keramaian, pak Husin yang sudah
‘kepala enam’ itu sering memberhentikan perjalananya demi menolong anak-anak SD
yang ingin menyebrang jalan. Kadang ia suka mensedekahkan duitnya kepada anak-anak
loper Koran atau pengemis yang kurus
kering. Kadang ia suka menyapu taman sendirian padahal itu bukan tugasnya, dan
paling sering pak Husin kalau berjalan kaki selalu membawa kantongan besar
untuk menampung sampah yang ia pungut sepanjang perjalanannya..
Anak cucunya
yang sering ikut berkeliling bersama pak Husin sampai malu karena mereka kadang
tidak memiliki kepedulian seperti yang dilakukan pak Husin. Mereka bingung apa
gerangan yang membuat kakeknya tersebut tak pernah lelah dan bosan bersikap ekstra baik seperti itu.
Rahasia
tersebut terkuak setelah pak Ali dan pak Husin bercerita tentang masa lalunya.
Pak Ali
bercerita tentang saat-saat mengharukan yang pernah ia alami. Pak ali pernah
menyaksikan rekannya sesama penjinak bom tewas akibat ledakan bom yang belum
sempat dijinakan. Saat itu pak Ali bertugas ditempat yang jauh dari lokasi bom,
namun ia berkomunikasi dengan temannya tersebut, membantu untuk memikirkan cara
agar bom waktu dapat dijinakkan.
Karena waktu
yang begitu singkat teman pak Ali akhirnya tewas diledakan tersebut, sebelum
berhasil memotong kebel penghenti waktu -yang padahal sudah berhasil diketahui
dengan pengecekkan, namun sayang terlambat hanya satu detik..
Kemudian sejak
saat itulah pak Ali sangat menyadari betapa berartinya ‘satu detik’ bagi
dirinya. Betapa ternyata dalam tempo satu detik semuanya bisa terjadi. Hanya
dalam satu detik terlambat, sebuah kesempatan bisa kita sia-siakan, bahkan
hanya dengan satu detik yang tak bisa kembali lagi, nyawa seseorang bisa
melayang.
Dan itulah
yang selalu mendorong pak Ali agar memanfaatkan waktu hidupnya sebaik mungkin.
Memanfaatkan detik-detik yang dilaluinya dengan usaha semaksimal mungkin beramal
dan berkarya. Sehingga kisah duka dan kekecewaannya yang dulu pernah dirasakan
akibat ‘terlambat satu detik’ tak lagi ia temukan disisa-sisa umurnya..
Begitu pula
kisah dibalik sikap pak Husin yang begitu tulus membantu sesama..
Pak husin
memiliki kisah tak jauh berbeda dari kisah pak Ali. Sebuah tragedi duka pernah
terukir dalam riwayat tugasnya dimedan perang lampau,-menjinakkan bom-bom yang
ditanam musuh dijalur jalan tank-tank tentara. Ia menyaksikan adik laki-lakinya
yang sedang bertugas tewas dengan
menggenaskan akibat terinjak bom yang tidak terlihat tertutup tanah. Tubuh
adiknya berhamburan tercerai berai, hingga pak Husinpun terkena sedikit
serpihan ledakan saat itu.
Telak, duka
dan pilu berkecamuk dalam perasaan pak Husin sepanjang hayatnya saat mengingat
gambaran naas tersebut. Dan itulah yang membuahkan sikap pak Husin untuk terus
terjaga pada setiap langkah kakinya dalam bingkai perbuatan baik. Kenangan pilu
itulah yang mengkristalkan pada pikiran pak Husin bahwa setiap langkah kaki
kita adalah lebih dari sebuah langkah biasa. Namun langkah, juga tindakan dari
pilihan yang kita ambil untuk ‘melakukan langkah atau tidak’.
Makanya,
pelajaran dari ‘salah langkah dimedan ranjau’ merupakan pelajaran berharga bagi
hidup pak Husin. Dan pelajaran berharga itulah yang terus memacu pak Husin
untuk memanfaatkan langkah kakinya dengan penuh perbuatan amal terbaik yang
bisa ia persembahkan. Dan hal yang wajar kalau pak Husin di setiap perjalannya
selalu membawa plastik buat mengumpukan sampah, selalu membawa duit untuk
disedekahkan, selalu rela berbelok untuk membantu sesama. Karena -sekali lagi-,
langkah kaki bagi pak Husin adalah kesempatan untuk sekaligus berkarya
(beramal).
Yah,
pemanfaatan detik ala pak Ali. Juga
pemanfaatan langkah ala pak Husin, patut kita teladani. Apalagi disaat usia
kita yang terhitung masih muda sekarang ini.. semoga 86.400 detik yang
diberikan Allah setiap hari, dan kesehatan betis untuk terus melangkah dapat
kita syukuri dengan arti yang sesungguhnya.. amin.
Sumber : sumbangan tulisan dari Akbar Laksana
No comments:
Post a Comment
kalau suka, komentarnya dong disini.. :)